Satu lagi wisata sejarah yang berada di kota Malang, yaitu Candi Badut. Tapi tunggu, candi ini tidak berbentuk badut seperti namanya. Nama Badut sendiri berasal dari bahasa Sansekerta "Bha-Dyut" yang berarti sorot Bintang Canopus atau sorot Agastya.
Candi Badut berlokasi sekitar 10 km dari pusat kota Malang, tepatnya di Desa Karangbesuki, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Meskipun cukup terkenal, tapi candi ini jarang sekali dikunjungi oleh para wisatawan. Mungkin karena lokasinya yang agak terpencil yang mengharuskan Ngalamers melewati pemukiman penduduk untuk sampai ke lokasi.
Candi yang berusia sekitar 1400 tahun ini diyakini sebagai peninggalan prabu Gajayana yang merupakan penguasa Kanjuruhan pada waktu itu. Candi Badut pertama kali ditemukan oleh Maureen Brecher, seorang warga Belanda, pada tahun 1921. Saat pertama kali ditemukan, candi ini masih berupa gundukan bukit batu, reruntuhan, serta tanah. Setelah dilakukan pemugaran diketahui bahwa bangunan candi ini sebenarnya telah runtuh, dan yang tersisa hanyalah bagian kaki. Sama seperti bagian tubuh candi yang telah hancur, beberapa arca yang ditemukan juga banyak yang tidak utuh lagi; seperti arca Ganesha, arca Agastya, serta arca Mahakal dan Nadiswara. Hanya arca Durga Mahesasuramardhini saja yang tersisa. Tapi semua itu tidak mengurangi keindahan dan nilai sejarah dari Candi Badut itu sendiri.
Situs candi badut terletak di Dukuh
Gasek, Kelurahan Karang Besuki, Kecamatan Sukun Kodya Malang. Candi ini
ditemukan tahun 1921 di mana bentuknya saat itu hanya berupa gundukan
bukit batu, reruntuhan dan tanah. Orang pertama yang memberitakan
keberadaan Candi Badut adalah Maureen Brecher, seorang
kontrolir bangsa Belanda yang bekerja di Malang. Candi Badut dibangun
kembali tahun 1925-1927 di bawah pengawasan B. De Haan dari Jawatan
Purbakala Hindia Belanda. Candi Badut dipugar lebih baik lagi tahun
1992-1993 oleh Suaka Purbakala Jawa Timur.
Dilihat bentuknya, Candi Badut mirip
dengan candi-candi dijawa tengah periode abad ke-8 hingga ke-10 terutama
dikawasan dataran tinggi Dieng seperti Candi Gedong Songo. Bahan Candi
terbuat dari batu. Kaki candi pols tidak berhias. Pintu masuk diberi
penampil. Kalamakara yang menghias bagian atas pintu tidak memakai
rahang bawah.
Nama Badut berasal dari bahasa Sansekerta
“Bha-dyut” yang berarti Sorot Bintang Canopus atau Sorot Agastya.
Dilihat dari nama candi, maka Candi Badut adalah candi bersifat
Syiwaistik dimana Dewa Syiwa dipuja sebagai Agastya atay Bhatara Guru.
Hal itu terlihat pada ruangan induk candi yang berisi sebuah pasangan
arca tidak nyata dari Syiwa dan Parwati dalam bentuk lingga dan yoni.
Pada bagian dinding luar terdapat relung-relung yang berisi arca
Mahakala dan Nandiswara. Pada relung utara terdapat arca Durga
Mahesa-Suramardhini. Relung Timur terdapat Arca Ganesha dan disebelah
selatan terdapat arca Agastya yakni Syiwa sebagai Mahaguru. Namun
diantara semua arca itu hanya arca Durga Mahesasura-mardhini saja yang
tersisa.
Candi badut dulunya dikelingi oleh tembok
yang sekarang sudah hilang. Sebuah tangga yang diapit oleh pipi tangga
dihiasi ukiran kinarakinari (makhluk surge berbadan burung berkepala
manusia yang bertugas memaikan musik surgawi). Bidang hias disemping
relung-rellung candi dihias dengan pola bunga. Atapnya runtuh. Dihadapan
pint masuk terdapat alas candi perwara yang lebih kecil sebanyak tiga
buah. Di halaman candi sebelah utara dan selatan terdapat dua batu
berbentuk kubus denga sebuah lubang persegi empat.
W.J. Van der Meulen beranggapan bahwa
Gajayan bersama puterinya (Uttejana) menyeberang ke aliran Syaiva tetapi
putra-putri lain, handai taulannya, isi istana tidak ikut. Mereka
terang tidak hadir dalam upacara (hanya raja, brahmana-brahmana syaiva,
rakyat). Mereka baru disebut (dan dengan hebat sekali) dalam
ancaman-ancaman terhadap yang akan menentang keputusan raja di kedua
“seloka” terakhir. Ancaman-Ancaman hanya dan eksklusif diarahkan kepada
keluarga raja, hal yang aneh sekali.
NB : Berbagai Sumber
Taurus Vocation
0 komentar:
Posting Komentar