Pages

Tampilkan postingan dengan label Makam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makam. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 November 2012

Makam Mbah Suroyudo, Tajinan


Makam Mbah Suroyudo atau dikenal juga dengan Mbah Qosim atau Mbah Jalaluddin ini terletak di Jalan Suroyudo Dusun Mertoyoso Desa Ngawonggo Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur. Lokasi makam yang dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi (baik roda dua maupun empat), sekitar 10 menit arah tenggara dari kantor Kecamatan Tajinan ini merupakan makam Auliya’ sekaligus merupakan orang yang mengawali membangun desa Ngawonggo atau istilahnya babad alas desa ini. Keadaan jalan menuju makam Mbah Suroyudo cukup baik, karena telah beraspal dan juga merupakan jalan alternatif dari daerah kecamatan Wajak menuju Kota Malang. Akan tetapi belum ada angkutan umum yang melalui daerah itu, selain angkutan ojek. Untuk mencapai lokasi makam dengan menggunakan angkutan umum dapat ditempuh dengan angkutan pedesaan dari terminal Hamid Rusdi kota Malang yang melalui pasar Tajinan, kemudian naik ojek dari pasar Tajinan menuju makam dengan kisaran ongkos ojek Rp.5.000 – 7.500.

Mbah Suroyudo berasal dari Ponorogo Jawa Timur, yang memiliki nama kecil Qosim. Terlahir dari Ibu beliau yang bernama Suti dan Ayah yang bernama Cipto. Mbah Suroyudo pertama kali “Nyecep Ilmu” (Belajar) dan juga diislamkan oleh guru yang pertama yaitu “Eyang Betoro Katong” beliau merupakan Ratunya Waro’ Ponorogo yang diislamkan oleh Sunan Ampel. Kemudian Eyang Betoro Katong memerintahkan Mbah Suroyudo untuk nyecep ilmu kepada Sunan Kalijaga. Selama tiga tahun Mbah Suroyudo belajar dari Sunan Kalijaga, di sana beliau diislamkan lagi oleh Sunan Kalijaga dan diberi nama “Jalaluddin” pada tahun 1467 M (872 H). Pada tahun 1470 M (875 H) Sunan Kalijaga memerintahkan Mbah Suroyudo untuk nyecep ilmu kepada Sunan Mbayat. Kemudian tepatnya tahun 1476 M (881 H) Sunan Mbayat menugaskan Mbah Suroyudo untuk menyebarkan Agama Islam di Pulau Jawa dengan ditemani seekor macan putih. Sunan Mbyat mengatakan kepada Mbah Suroyudo : “ Gogor gering-geringen iki ramuten, yen kerso waras ajaken nyebarno agomo, yen katon lintang kemukus dek no padepokan ing kono”. Dengan takdir Alloh SWT, Mbah Suroyudo melihat Bintang Kemukus ketika berada di daerah Ngawonggo, dan beliaupun mendirikan “Padepokan” atau Pesantren yang terletak di area makam ini.

Di Padepokan inilah Mbah Suroyudo mengajarkan ilmu kanuragan dan juga ilmu agama. Pada tahun 1487 M (892) Mbah Suroyudo memimpin pasukan perang dengan membawa 400 orang relawan dari desa Ngawonggo dan sekitarnya dengan berjalan kaki menuju ke Demak untuk melawan Portugis yang menyusup kedalam kerajaan Mataram, yang berusaha menjatuhkan kerajaan Demak kekuasaan Wali Songo, oleh karena itu beliau mendapatkan gelar “Suroyudo” yang artinya; Suro “Berani” dan Yudo “Perang”. Mbah Suroyudo wafat pada hari senin tanggal 14 bulan Maulud tahun 1503 M (908 H) dalam usia 211 tahun.

NB : Berbagai Sumber 

Taurus Vocation

Minggu, 25 November 2012

Gunung kawi, Wonosari

Seperti dataran tinggi lainnya, Gunung Kawi menawarkan keindahan pegunungan asri dengan udara yang menyegarkan. Lebih dari itu, Gunung Kawi ternyata memiliki magnet lain yang sangat kuat sebagai daya tarik. Bagi sebagian orang, Gunung Kawi adalah salah satu tujuan wisata religius sekaligus simbol kemakmuran. Pesarehan Gunung Kawi merupakan daerah wisata yang unik, karena bertahun-tahun memendam mitos bahwa daerah ini merupakan tempat untuk mencari ‘pesugihan’ atau kekayaan, terutama bagi orang-orang keturunan Tionghoa. Siapapun yang datang ke sini dan mendapatkan berkah maka usahanya akan maju dengan pesat dan meraih keuntungan yang berlipat-lipat. Yang paling menarik adalah hampir tiap tahun pesarehan ini penuh sesak dengan peziarah. Dan kebanyakkan mereka adalah orang-orang yang pernah datang kesini sebelumnya. Mereka kembali karena telah mendapatkan ’pesugihan’ itu dan supaya tetap langgeng mereka harus datang lagi sesering mungkin. Konon banyak juga pengusaha etnis China ternama dari Jakarta yang sering datang ke tempat ini.

Kawasan Gunung Kawi, terletak di ketinggian 500 sampai dengan 3000 meter di atas permukaan laut. Persisnya berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang Jawa Timur. Dulu daerah ini disebut Ngajum. Sekarang berubah menjadi Wonosari, ‘wono’ berarti hutan, sedangkan ‘sari’ berarti inti. Namun bagi warga setempat, Wonosari dimaksudkan sebagai pusat rezeki yang dapat menghasilkan uang secara cepat.

Gunung Kawi berkembang menjadi daerah tujuan wisata ziarah sejak tahun 1980-an. Meskipun terletak terpencil di sebuah desa di atas bukit tapi Anda akan menemukan keramaian yang luar biasa layaknya sebuah perkampungan di kota. Di sini ada banyak tempat hiburan malam, penginapan, restoran dan warung-warung kaki lima yang berjejeran di sepanjang kanan kiri jalan menuju komplek pesarehan. Padahal menuju daerah ini, sepanjang perjalanan anda masih tetap disuguhi pemandangan pedesaan dan pegunungan yang tenang dan sepi. Daerah sekitar pesarehan ini merupakan daerah pertanian yang subur, penghasil ketela ungu Gunung Kawi yang terkenal itu, sejenis ketela rambat kecil-kecil berwarna ungu yang rasanya manis sekali. Ketela ini banyak dijual di area pesarehan sebagai oleh-oleh khas Gunung Kawi.


Dari kota Malang, Anda bisa menggunakan bis antar kota Malang-Blitar turun di Kepanjen, kemudian dilanjutkan naik mikrolet menuju Gunung Kawi sepanjang 18 km. Tarif bis antar kotanya cukup murah Rp 2.000 namun mikroletnya cukup mahal Rp. 15.000. Untuk arah kembalinya cukup sulit karena melewati jam 3 sore sudah jarang ditemukan. Sebaiknya memesan mikrolet yang Anda tumpangi dari awal dengan tarif Rp. 45.000, supirnya akan menunggu sampai Anda selesai menjelajah pesarehan. Kalau ingin menginap, penginapan kelas melati banyak tersedia.

Di Gunung Kawi terdapat dua makam tokoh kejawen; RM Imam Soedjono (wafat 8 Februari 1876) dan Kanjeng Zakaria II alias Mbah Djoego (wafat 22 Januari 1871). Keterangan tertulis di prasasti depan makam menyebutkan, Mbah Djoego ini buyut dari Susuhanan Pakubuwono I (yang memerintah Kraton Kertosuro 1705-1717). Adapun RM Imam Soedjono buyut dari Sultan Hamengku Buwono I (memerintah Kraton Jogjakarta pada 1755-1892).

Berkunjung ke kawasan Gunung Kawi, suasana magisnya sangat terasa. Bau asap dupa tercium di mana-mana. Biasanya masyarakat melakukan pemujaan di pesarehan pada hari Kamis Legi, Jumat Kliwon dan malam Sabtu Suro. Pemujaan dilakukan dengan meletakkan sesaji, membakar dupa, dan bersemedi selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan. Untuk memasuki pasarean ini, harus melewati tiga gapura dan anak tangga sejauh 750 meter. Di setiap gapura terdapat relief perjuangan Eyang Jugo dan Sujo. Jalan menuju pesarehan merupakan pedestrian yang cukup luas, di kanan-kiri jalan banyak lapak-lapak berjualan aneka kuliner, bunga untuk sesaji dan oleh-oleh khas Gunung Kawi. Terlihat juga banyak lapak yang berjualan bibit pohon Dewandaru. Sementara kuliner yang dijual kebanyakan adalah jajanan kuno khas Jawa Timur seperti rujak cingur, lupis, gatot, horok-horok, bledus, dll.

Tidak ada persyaratan khusus untuk berziarah ke tempat ini, hanya membawa bunga sesaji, dan menyisipkan uang secara sukarela. Namun para pezirah yakin, semakin banyak mengeluarkan uang atau sesaji, semakin banyak berkah yang akan didapat. Untuk masuk ke makam keramat, para peziarah bersikap seperti hendak menghadap raja. mereka berjalan dengan lutut. Menurut RM Nanang Yuwono Hadiprojo, keturunan ke-5 RM Imam Sujono. Image bahwa tempat ini sebagai tempat pesugihan adalah tidak beralasan. Tempat pesugihan itu memiliki beberapa kriteria, antara lain, tempatnya menyeramkan, jauh dari pemukiman masyarakat, dan tidak ada tempat ibadah. Sementara di tempat ini, tempatnya tidak menyeramkan, dekat dengan pemukiman masyarakat, dan banyak tempat ibadah.

Sementara di luar makam, terdapat pohon yang dianggap akan mendatangkan keberuntungan. Pohon itulah yang disebut pohon dewandaru, pohon kesabaran. Dari bentuknya, pohon ini mirip pohon ceremai, yang diduga berasal dari negeri Cina. Eyang Jugo dan Eyang Sujo menanam pohon ini sebagai perlambang daerah ini aman. Untuk mendapat keberuntungan, para peziarah menunggu dahan, buah dan daun jatuh dari pohon. Begitu ada yang jatuh, mereka langsung berebut. Namun, untuk mendapatkannya memerlukan kesabaran. Hitungannya bukan hanya, jam, bisa berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Bila harapan mereka terkabul, para peziarah akan datang lagi ke tempat ini untuk melakukan syukuran. Sepeti halnya pada malam Jumat Legi ini, salah seorang peziarah melakukan syukuran dengan menggelar pementasan wayang kulit. Gunung Kawi memang dikenal sebagai tempat untuk mencari pesugihan. Mitos ini diyakini banyak orang, terutama oleh mereka yang sudah merasakan berkahnya. Fact or Myth? Let's prove it!

Tip
*Untuk yang tidak ingin menginap sebaiknya menyewa mobil sendiri dan supirnya dari kota Malang supaya bisa lebih lama dan tidak tergantung dengan ketersediaan angkutan.
*Di area pesarehan banyak guide lokal yang menawarkan jasa, jika Anda merasa tidak membutuhkan tolak dari awal supaya tidak mengikuti Anda terus.
*Oleh-oleh yang dijual bisa ditawar sampai 30% lebih murah. Harga yang Anda dapatkan bergantung pada kepandaian Anda bernegoisasi dengan penjual.
*Sebaiknya jangan memotret di dalam area pesarean dan belilah bunga untuk menghormati meskipun bukan suatu keharusan.

 NB : Berbagai Sumber 

Taurus Vocation